Dunia semakin
membutuhkan manusia-manusia kreatif, proaktif, dan berintegritas. Karena itu,
para lulusan perguruan tinggi diharapkan memiliki kompetensi tersebut sehingga Indonesia mampu
bersaing di tingkat internasional. Tuntutan kompetensi itu menyangkut aspek
teknis atau hard skilldan non-teknis atau soft skill.
Survei National
Association of College and Employee (NACE) di Amerika
Serikat pada 2002 mengungkapkan fakta mengejutkan. Dari 20 kriteria penting
seorang juara, indikator "IPK tinggi" hanya menempati urutan ke-17.
Ternyata, menurut survei tersebut, indikator terpenting dari seorang juara
adalah kemampuan komunikasi, integritas, kerja sama, dan etika.
Tak hanya itu.
Bahkan, hasil penelitian Universitas Harvardmenunjukkan bahwa kesuksesan
seseorang tidak semata ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard
skill), tetapi juga keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft
skill).
Penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa hard skill hanya menentukan 20 persen kesuksesan
sesorang. Adapun sisa 80 persennya ditentukan oleh kemampuan soft skill.
Sementara itu, kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa saat mengawali kariernya para lulusan perguruan tinggi kerap
menemui kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja. Selain masalah aplikasi
teori perkuliahan dalam praktik kerja, mereka juga bergelut dengan masalah
komunikasi intrapersonal. Alhasil, motivasi kerja menurun dan penurunan
kualitas kerja bisa saja terjadi.
Peran penting perguruan tinggi
Perguruan tinggi seyogianya mampu mengambil
peran sebagai jembatan antara pendidikan dan dunia kerja. Sebagai pemasok utama
SDM siap kerja, mereka harus mulai menyinergikan kebutuhan aspek teknis dan
non-teknis dalam kurikulum pembelajaran.
Agustinus Nicolaas Hillebrandes Oroh atau
Nico, Head ofUndergraduate Program of Marketing di Fakultas
Business Binus International, kepada Kompas.com, Rabu
(22/4/2015), di kantornya, memaparkan pentingnya pengembangan aspek non-teknis
dalam pembelajaran di perguruan tinggi.
"Misi kita melatih mahasiswa untuk
menjadi decision maker dan entrepreneurs sehingga
mereka punya kualitas untuk masuk ke top management level,
misalnya CEO, president director, dan lain-lain," tutur
Nico.
Karena itu, lanjut Nico, semakin tinggi
posisi seseorang dalam piramida organisasi, semakin tinggi pula tuntutansoft
skill-nya. Pada posisi manajerial, dia harus berinteraksi dengan banyak
orang, mengambil keputusan penting, mengendalikan bawahan, kerja sama tim, juga
menentukan prioritas.
"Di posisi itu, dia dituntut mampu
mengelola berbagai keadaan dan orang-orang dengan berbagai karakter dan
kepribadian. Saat itulah soft skill-nya diuji," tutur
Nico.
Nico menambahkan, dalam menjembatani
kebutuhan dunia kerja, perguruan tinggi wajib memiliki rancangan kurikulum yang
mengedepankan penggunaan teori.
"Di program S-1, kami punya mata
kuliah wajib, yaitu BusinessSimulation. Di situ mahasiswa diajarkan
bagaimana memakai ilmu yang dipelajari. Bentuknya case study menggunakan internet dan
ada lisensinya," kata Nico.
Mata kuliah Business Simulation
terintegrasi dengan semua program di Binus International. Perkuliahan untuk
program S-2 bahkan lebih banyak membahas tentang aplikasi teori yang sedang
diajarkan.
"Kadang kita mendiskusikan tentang
bagaimana mengaplikasikannya di situasi perusahaan dia. Dosen malah jadi
konsultan gratis," ujarnya.
Nico berharap, para mahasiswa mengerti cara
mengaplikasikan ilmu dalam dunia kerja sehingga prospek karirrnya kian gemilang.
Pengenalan dunia kerja
Sudah saatnya perguruan tinggi mengelola
secara maksimal program magang untuk para mahasiswanya. Ketika magang di suatu
perusahaan, pihak kampus harus memastikan para mahasiswa ditempatkan sesuai
spesifikasi jurusan.
"Jangan sampai hanya jadi tukang fotokopi,"
katanya.
Menghindari hal itu, lanjut Nico, sebelum
mahasiswa terjun magang di perusahaan ada standar of procedure (SOP)
yang wajib dipatuhi. Ada kesepakatan tertulis antara pihak universitas dan
perusahaan tentang di mana dan apa yang akan dikerjakan oleh mahasiswa selama
proses magang.
"Misalnya, saat kita bekerja sama
dengan universitas di Belanda, mereka memberikan daftar perusahaan. Lalu, kita
buat daftar jobdesk untuk mahasiswa magang kita di sana,"
ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut mutlak perlu
dilakukan agar mahasiswa dapat menggali semua pengalaman tentang dunia kerja
selama magang.
"Mereka harus keliling departemen
supaya mengerti cara dan teknik kerja, etika, dan cara berkomunikasi dalam tim.
Jadi, nanti ketika lulus, mereka tahu kerja itu sebenarnya gimana,"
ujarnya.
sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2015/05/05/17563561/Ingat.Sukses.Bukan.Sekadar.IPK.Tinggi.